BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjadi dewasa adalah proses yang cukup panjang. Kita bisa bayangkan begitu banyaknya
perubahan yang terjadi dalam diri seseorang, dari saat baru lahir dengan berat sekitar 2- 3 kg saja
sampai ia tumbuh dewasa dengan berat bisa sampai 50-60 kg. Proses yang terjadi ini meliputi proses pertumbuhan dan perkembangan,
yaitu dua hal yang berbeda namun sangat
berkaitan.
konsep
yang ada dalam “perkembangan” adalah proses
menjadi sempurnanya fungsi dari
seluruh organ tubuh, termasuk di sini
adalah kematangan emosi, kematangan dalam interaksi sosial, dan kemampuan
intelektual. Dalam proses perkembangan ini, anak kecil yang semula tidak bisa apa-apa, menjadi mampu berdiri sendiri, memiliki kemampuan berkomunikasi dengan lingkungan
sekitarnya, mampu berhitung, dan lain
sebagainya.
Proses pertumbuhan dan perkembangan ini berjalan dengan banyak faktor yang
mempengaruhinya. Faktor genetik dari kedua orang tuanya sudah jelas akan
memberi kontribusi yang besar dalam hal ini.
Selain itu ada pula faktor riwayat kesehatan ataupun trauma yang pernah
dialami oleh anak. Demikian pula faktor lain yang sifatnya tidak langsung,
misalnya status ekonomi orang tua, yang berpengaruh pada kecukupan gizi dan
kesejahteraan anak. Bahkan pada masyarakat yang masih memiliki akar budaya
yang kuat, perkembangan karakter anak
juga akan terpengaruh oleh norma-norma budaya tersebut.
Secara fisik, anak mengalami pertumbuhan di mana ukuran tubuh menjadi lebih
besar. Dalam hal perkembangan fisik, anak menjadi terampil dalam menggunakan
tangan dan jari-jarinya, kakinya, dapat berdiri, berlari, dapat makan sendiri,
dapat menelan dengan baik, dan berbagai kemampuan lain yang sifatnya berupa keterampilan.
Intelektualitas juga mengalami perkembangan. Anak berkembang menjadi mampu
berkomunikasi dengan sekitarnya, dapat
menyampaikan pikirannya, dan dapat memahami hal-hal abstrak dan simbolis.
Perilaku anak juga mengalami proses perkembangan, mengikuti norma-norma yang
ada di lingkungan di mana ia dibesarkan.
Dari segi emosional, anak akan berkembang untuk mampu membangun ikatan
perasaan, emosi dan kasih sayang. Ia akan semakin mampu mengatasi kecemasannya,
mengendalikan agresivitas dan emosi. Interaksi sosialnya juga akan berkembang.
Ia akan memiliki ikatan yang semakin kuat dengan orang tua, saudara dan
lingkungan kesehariannya.
Proses perkembangan sebenarnya merupakan proses belajar. Seperti halnya proses
perkembangan perilaku, di mana anak
belajar dari bagaimana tindakan atau sikapnya dihargai oleh orang lain. Ia akan
mengembangkan perilaku yang membuahkan balasan positif dari orang sekitarnya.
Sebaliknya bila orang di sekitarnya memberi respons yang negatif, perilaku itu tidak akan berkembang. Kadang orang tua perlu memberi ketegasan pada
anak, apa yang tidak boleh anak lakukan,
maka orang tua dapat memberinya respons negatif berupa hukuman. Hukuman di sini
merupakan respons negatif dan keadaan
yang tidak menyenangkan, yang dibuat
agar anak tidak mengembangkan lagi perilaku itu. Walaupun demikian, ternyata
penelitian mengatakan bahwa lebih
efektif memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif , daripada memberi
hukuman terhadap perilaku negatif.
Pembentukan dan modifikasi dari perilaku
anak ini banyak dipengaruhi oleh adanya
penghargaan dari lingkungan sekitarnya. Semakin ia diberi respons positif,
semakin kuat perkembangannya. Selain itu yang menjadi acuan dari anak dalam
bertingkah laku adalah perilaku dari orang sekitanya. Anak yang masih kecil
memiliki kecenderungan untuk meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa di
sekitarnya. Mereka menjadikan orang tua dan kakak-kakaknya sebagai contoh model
dalam berperilaku.
Semakin besar anak, ia akan semakin memiliki kemampuan berpikir secara abstrak.
Ia tidak hanya belajar dari mencoba
sesuatu, tetapi juga dari melihat dan memperhatikan orang lain melakukannya.
Model yang dijadikannya contoh
berperilaku juga makin meluas dan tidak hanya dari yang ada di sekitarnya
secara langsung. Media massa dan
televisi akan ikut memberi pengaruh dalam pembentukan karakter dan perilakunya.
Skala nilai dan norma-norma yang dianut juga akan tidak jauh berbeda dengan
dunianya ini. Semakin besar anak, ia akan
semakin melihat nilai dan norma apa yang diajarkan oleh orang tuanya, dan
bagaimana kenyataan orang tua menjalaninya secara nyata dalam keseharian. Di
sini penting sekali bahwa perilaku orang tua sehari-hari harus sesuai dengan
yang mereka ajarkan pada anaknya. Justru
bila apa yang dilakukan dan diajarkan oleh orang tua berbeda, akan berakibat
anak tidak memahami dan mengerti tentang perilaku yang seharusnya.
Bayi baru lahir sangat tergantung dengan lingkungannya. Untuk memenuhi keperluannya ia masih harus dibantu
oleh orang lain. Sedangkan orang dewasa, sudah dapat mempengaruhi lingkungannya
dalam pemenuhan kebutuhannya. Kemampuan untuk berinteraksi dan mempengaruhi
lingkungan sekitarnya ini diperoleh dari suatu proses perkembangan sejak bayi hingga dewasa.
1.1
Rumusan
Masalah
1.) Bagaimana
perkembangan mental pada anak?
2.) Bagaimana
perkembangan mental pada remaja?
3.) Bagaimana
perkembangan mental pada dewasa?
1.2
Tujuan
1.) Untuk
mengetahui perkembangan mental pada anak
2.) Untuk
mengetahui perkembangan mental pada remaja.
3.) Untuk
mengetahui perkembangan mental dewasa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Perkembangan Mental Pada Anak.
Mendidik mental anak sangat penting untuk dilakukan
sejak anak usia dini. Kenapa itu sangat perlu dilakukan? Sebab ketika menjelang
dewasa, cara berpikir anak lebih cenderung akan dipengaruhi oleh mental yang
pada saat itu dimiliki oleh anak tersebut. Misalnya, ketika dewasa mental anak
sering merasa takut, maka pada saat setiap kali ia menghadapi suatu
permasalahan atau keadaan yang membuatnya merasa sulit, yang lebih banyak ia
lakukan tentu saja akan selalu menghindar, karena takut tidak bisa menyelesaikannya
setiap persoalan yang dihadapi.
Hal ini tentunya akan berdampak buruk untuk
kedepannya. Dan akan sangat sulit sekali bagi orang tua untuk melakukan
penyembuahan atau pengobatan untuk merubah mental anak pada saat usianya sudah
dewasa. Oleh karena itulah, sebaiknya mendidik mental dan watak anak haruslah
dilakukan oleh orang tua sedini mungkin sejak usia anak masih kecil.
Setiap orang tua tentu saja sangat berharap anaknya
menjadi anak yang sholeh, taat beribadah, dan memiliki mental yang kuat. Akan
tetapi terkadang sebagai orang tua kita salah dalam mendidik anak. Sebab rasa
kasihan kalau kita sedikit agak keras dalam memberikan hukuman kepada anak
ketika mereka berprilaku salah. Sehingga anak tidak merasa apa yang
dilakukannya itu salah. Lambat laun hal ini jika dibiarkan akan membangun
mental dan watak anak menjadi sulit untuk diperingati, karena kita terlalu
lunak kepada anak saat anak melakukan perbuatan yang salah, meskipun itu
dilakukan dengan alasan rasa kasihan kalo dimarahi.
Pilahannya adalah, ketika kita lebih cenderung merasa
kasihan untuk memarahi anak ketika melakukan kesalahan, dan membiarkannya
begitu saja tanpa membuat anak jera, maka nantinya anak akan sulit untuk
dinasehati, dan lebih cenderung setelah dewasa anak lebih banyak membangkang
perintah orang tua. Nah tentu saja sebagai orang tua kita tidak mengharapkan
mental anak kita seperti itu setelah ia dewasa.
Jadi, lakukanlah apa yang harus dilakukan. Anda harus memarahinya lalu menasehatinya dan
menjelaskan kepada anak bahwa apa yang sudah dilakukannya adalah hal yang salah
dan tidak boleh dilakukan lagi, buatlah penjelasan supaya anak bisa menyadari
bahwa perbuatannya itu salah. Jangan pernah merasa risi ketika kita memarahinya
atau memberi anak hukuman setiap kali anak berbuat salah. Dengan begitu lambat
laun akan tercipta mental dan watak yang bertanggung jawab dalam diri anak.
Sehingga nanti setelah ia dewasa, anak memiliki rasa tanggung jawab, terhadap
setiap hal atau perbuatan yang ia lakukan.
Bisa itu karena biasa. Maka dari itu orang tua harus mendidik anak
dengan cara
yang benar.
Jangan samapai hanya karena rasa sayang yang salah menempatkan, justru akan
menjadikan anak sebagai pribadi yang sulit di atur dan diasehati setelah dewasa
nanti. Karena kalau begitu bukan berarti kita merasa sayang pada anak, justru
sebaliknya, cara mendidik yang salah hanya akan menjerumuskan anak kepada
kebiasaan yang tidak baik, sehingga tumbuh menjadi peribadi yang kurang
bertanggung jawab.
Didiklah anak-anak kita sejak kecil dengan cara yang
baik, seperti mengajarkan anak bagaimana bersikap
sopan santun.
Mengajarkan mereka pentingnya memiliki rasa tanggung jawab, dan mengajarkan
mereka untuk menyadari pentingnya sebuah kebersamaan.
Pemantauan Perkembangan mental anak sangat penting sebagai
dasar untuk perkembangan selanjutnya, yakni prasekolah, sekolah, akil balik dan
remaja. Untuk mendapatkan perkembangan yang baik dibutuhkan:
1. Kesehatan dan gizi yang baik: baik
ketika masih dalam kandungan, bayi maupun prasekolah.
- Memberikan
stimulus (rangsangan) yang cukup dalam kualitas dan kwanitas.
Selain ke dua faktor itu keluarga dan kelompok bermain
mempunyai peran yang penting dalam membina fisik, mental sosial anak balita.
2.2
Perkembangan
Mental Remaja
Perkembangan mental
remaja merupakan suatu proses yang menggambarkan perilaku kehidupan sosial
psikologi remaja pada posisi yang harmonis didalam lingkungan masyarakat yang
lebih luas dan kompleks. Menurut Havighurst perkembangan tersebut harus
dipelajari, dijalani, dan dikuasai oleh setiap individu dalam perjalanan
hidupnya. Hal ini merupakan tugas yang cukup berat bagi para remaja untuk
menuntaskan tugas perkembangan mentalnya sehubungan dengan semakin luas dan
komplesnya kondisi kehidupan yang harus dijalani dan dihadapi. Tidak lagi
mereka dijuluki sebagai anak-anak melainkan ingin dihargai dan dijuluki sebagai
oang yang sudah dewasa.
Karakteristik Nilai, Moral, Dan Sikap Remaja
Nilai-nilai kehidupan yang perlu
diinformasikan dan selanjutnya dihayati oleh para remaja tidak terbatas pada
alat kebiasaan dan sopan santun saja, namun juga seperangkat nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila, misalnya nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai perikemanusiaan
dan perikeadilan, nilai-nilai etik, dan nilai-nilai intelektual, dalam
bentuk-bentuk sesuai dengan perkembangan remaja. Lima perubahan dasar dalam
moral yang harus dilakukan oleh remaja:
1. Pandangan moral individu makin lama makin
menjadi lebih abstrak.
2. Keyakinan moral
lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan
muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
3. Penilaian moral menjadi semakin kognitif.
Hal ini mendorong remaja lebih berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah
moral yang dihadapinya.
4. Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5. Penilaian moral secara psikologis menjadi
lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan
menimbulkan ketegangan emosi.
Tiga tingkat perkembangan moral menurut
Kohlberg, yaitu tingkat:
I.
Prakonvensional
II.
Konvensional
III.
Pasca –
Konvensional
Masing-masing
tingkat terdiri dari dua tahap, sehingga keseluruhan ada
enam tahapan (stadium) yang berkembang secara bertingkat
dengan urutan yang tetap. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap adalah Keluarga (orang tua), masyarakat dan lingkungan.)
enam tahapan (stadium) yang berkembang secara bertingkat
dengan urutan yang tetap. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap adalah Keluarga (orang tua), masyarakat dan lingkungan.)
2.3 Perkembangan Mental Dewasa.
Masa dewasa adalah waktu yang
paling lama dalam rentang hidup yang ditandai dengan beberapa hal yang di bagi
menjadi dua fase yaitu:
1.
Dewasa Awal (20-40 tahun)
Dewasa awal adalah
masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja yang ditandai dengan pencarian
identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit-demi
sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental ege-nya.
Berbagai masalah
juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Dewasa awal adalah
masa peralihan dari ketergantungan kemasa mandiri, baik dari segi ekonomi,
kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih
realistis.
Erickson (dalam Monks,
Knoers & Haditono, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang digolongkan dalam
usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif
dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman
maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa tersisihkan dari orang
lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain).
Hurlock (1990)
mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur
40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai
berkurangnya kemampuan reproduktif.
Secara umum, mereka
yang tergolong dewasa muda (young ) ialah mereka yang berusia
20-40 tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan, Santrock (1999),
orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik(physically trantition) transisi
secara intelektual (cognitive trantition), serta
transisi peran sosial (social role trantition).
Perkembangan sosial
masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa
dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris menjadi sikap yang
empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting.
Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas
perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga,
mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab
sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu,
dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana
seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Hurlock
(1993) dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan
pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa
penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang
diperolehnya.
Dari segi fisik,
masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik. Perkembangan fisik
sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-demi sedikit, mengikuti umur
seseorang menjadi lebih tua. Segi emosional, pada masa dewasa awal adalah masa
dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung oleh kekuatan
fisik yang prima. Sehingga, ada steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja
dan masa dewasa awal adalah masa dimana lebih mengutamakan kekuatan fisik
daripada kekuatan rasio dalam menyelesaikan suatu masalah.
Ciri-Ciri Perkembangan Dewasa Awal:
1. Usia reproduktif (Reproductive Age). Masa dewasa adalah masa usia reproduktif.
Masa ini ditandai dengan membentuk rumah tangga.Tetapi masa ini bisa ditunda
dengan beberapa alasan. Ada beberapa orang dewasa belum membentuk keluarga
sampai mereka menyelesaikan dan memulai karir mereka dalam suatu lapangan
tertentu.
2. Usia memantapkan letak kedudukan (Setting down
age). Dengan pemantapan kedudukan (settle down), seseorang berkembangan pola hidupnya
secara individual, yang mana dapat menjadi ciri khas seseorang sampai akhir
hayat. Situasi yang lain membutuhkan perubahan-perubahan dalam pola hidup
tersebut, dalam masa setengah baya atau masa tua, yang dapat menimbulkan
kesukaran dan gangguan-gangguan emosi bagi orang-orang yang bersangkutan. Ini
adalah masa dimana seseorang mengatur hidup dan bertanggungjawab dengan
kehidupannya. Pria mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditangani sebagai
karirnya, sedangkan wanita muda diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai
ibu dan pengurus rumah tangga.
3. Usia Banyak Masalah (Problem age). Masa ini adalah masa yang penuh dengan
masalah. Jika seseorang tidak siap memasuki tahap ini, dia akan kesulitan dalam
menyelesaikan tahap perkembangannya. Persoalan yang dihadapi seperti persoalan
pekerjaan/jabatan, persoalan teman hidup maupun persoalan keuangan, semuanya
memerlukan penyesuaian di dalamnya.
4. Usia tegang dalam hal emosi (emostional
tension). Banyak orang dewasa muda mengalami kegagalan
emosi yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang dialaminya seperti
persoalan jabatan, perkawinan, keuangan dan sebagainya. Ketegangan emosional
seringkali dinampakkan dalam ketakutan-ketakutan atau
kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakutan atau kekhawatiran yang timbul ini pada
umumnya bergantung pada ketercapainya penyesuaian terhadap persoalan-persoalan
yang dihadapi pada suatu saat tertentu, atau sejauh mana sukses atau kegagalan
yang dialami dalam pergumulan persoalan.
5. Masa keterasingan sosial. Dengan berakhirnya pendidikan formal dan
terjunnya seseorang ke dalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu karir,
perkawinan dan rumah tangga, hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya
semakin menjadi renggang, dan berbarengan dengan itu keterlibatan dalam
kegiatan kelompok diluar rumah akan terus berkurang. Sebai akibatnya, untuk
pertama kali sejak bayi semua orang muda, bahkan yang populerpun, akan
mengalami keterpencilan sosial atau apa yang disebut krisis ketersingan
(Erikson:34).
6. Masa komitmen. Mengenai komitmen, Bardwick (dalam
Hurlock:250) mengatakan: “Nampak tidak mungkin orang mengadakan komitmen untuk
selama-lamanya. Hal ini akan menjadi suatu tanggungajwab yang trrlalu berat
untuk dipikul. Namun banyak komitmen yang mempunyai sifat demikian: Jika anda
menjadi orangtua menjadi orang tua untuk selamanya; jika anda menjadi dokter
gigi, dapat dipastikan bahwa pekerjaan anda akan terkait dengan mulut orang
untuk selamanya; jika anda mencapai gelar doctor, karena ada prestasi baik
disekolah sewaktu anda masih muda, besar kemungkinan anda sampai akhir hidup
anda akan berkarier sebagai guru besar”.
7. Masa Ketergantungan. Masa dewasa awal ini adalah masa dimana
ketergantungan pada masa dewasa biasanya berlanjut. Ketergantungan ini mungkin
pada orangtua, lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa sebagian atau
sepenuh atau pada pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman untuk membiayai
pendidikan mereka.
8. Masa perubahan nilai. Beberapa alasan terjadinya perubahan nilai
pada orang dewasa adalah karena ingin diterima pada kelompok orang dewasa,
kelompok-kelompok sosial dan ekonomi orang dewasa.
9. Masa Kreatif. Bentuk kreativitas yang akan terlihat sesudah
orang dewasa akan tergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan
untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan
sebesar-besarnya. Ada yang menyalurkan kreativitasnya ini melalui hobi, ada
yang menyalurkannya melalui pekerjaan yang memungkinkan ekspresi kreativitas.
2.
Masa
Dewasa Akhir
Masa dewasa lanjut usia merupakan
masa lanjutan atau masa dewasa akhir (60 ke atas). Perlu memperhatikan khusus
bagi orangtuanya yang sudah menginjak lansia dan anaknya yang butuh dukungan
juga untuk menjadi seorang dewasa yang bertanggungjawab. Di samping itu
permasalahan dari diri sendiri dengan perubahan fisik, mulai tanda penuaan yang
cukup menyita perhatian. Saat individu memasuki dewasa akhir, mulai terlihat
gejala penurunan fisik dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya
gerak motorik, pencarian makna hidup selanjutnya.
Menurut Erikson tahap dewasa akhir
memasuki tahap integrity vs despair yaitu kemampuan perkembangan lansia
mengatasi krisis psikososialnya. Banyak stereotip positif dan negatif yang
mampu mempengaruhi kepribadian lansia. Integritas ego penting dalam menghadapi
kehidupan dengan puas dan bahagia. Hal ini berdampak pada hubungan sosial dan
produktivitasnya yang puas. Lawannya adalah despair yaitu rasa takut mati dan
hidup terlalu singkat, rasa kekecewaan. Beberapa cara hadapi krisis dimasa
lansia adalah tetap produktif dalam peran sosial, gaya hidup sehat, dan
kesehatan fisik.
Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock,
2002, h.190), ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut
usia
atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan
orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang
sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih
dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah
orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya
di Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri
ketuaan.
Menurut Hurlock (2002), tahap
terakhir dalam perkembangan ini dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar
antara usia 60-70 tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia 70 tahun hingga
akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua (usia 65 hingga 74
tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih) dan
orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut yang
lebih muda.
Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip
dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni a) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun),
merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
b) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia
yang berusia lebih dari 70 tahun.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, lanjut usia merupakan periode di mana
seorang individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah
menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini
dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal.
Ciri-ciri
perkembangan dewasa akhir
1)
Adanya
periode penurunan atau kemunduran. Yang disebabkan oleh faktor fisik dan
psikologis.
2)
Perbedaan
individu dalam efek penuaan. Ada yang menganggap periode ini sebagai waktunya
untuk bersantai dan ada pula yang mengaggapnya sebagai hukuman.
3)
Ada
stereotip-stereotip mengenai usia lanjut. Yang menggambarkan masa tua tidaklah
menyenangkan.
4)
Sikap sosial
terhadap usia lanjut. Kebanyakan masyarakat menganggap orang berusia lanjut
tidak begitu dibutuhkan karena energinya sudah melemah. Tetapi, ada juga
masyarakat yang masih menghormati orang yang berusia lanjut terutama yang
dianggap berjasa bagi masyarakat sekitar.
5)
Mempunyai
status kelompok minoritas. Adanya sikap sosial yang negatif tentang usia lanjut
6)
Adanya
perubahan peran. Karena tidak dapat bersaing lagi dengan kelompok yang lebih
muda.
7)
Penyesuaian
diri yang buruk. Timbul karena adanya konsep diri yang negatif yang disebabkan
oleh sikap sosial yang negatif.
8)
Ada
keinginan untuk menjadi muda kembali. Mencari segala cara untuk memperlambat
penuaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan
mental pada anak, remaja, dan dewasa merupakan suatu proses bertambahnya nilai
kuantitas seperti ide, gagasan, dan cita-cita. Yang pada akhirnya akan munurun
seiring bertambahnya usia. Perkembangan
Masa dewasa adalah masa yang sangat panjang (20 – 40
tahun), dimana sumber potensi dan kemampuan bertumpu pada usia ini. Masa ini
adalah peralihan dari masa remaja yang masih dalam ketergantungan menuju masa
dewasa, yang menuntut kemandirian dan diujung fase ini adalah fase dewasa
akhir, dimana kemampuan sedikit demi sedikit akan berkurang. Sehingga masa
dewasa awal adalah masa yang paling penting dalam hidup seseorang dalam masa
penitian karir/pekerjaan/sumber penghasilan yang tetap.
Masa ini juga adalah masa dimana kematangan emosi
memegang peranan penting. Seseorang yang ada pada masa ini, harus bisa
menempatkan dirinya pada situasi yang berbeda; problem rumah tangga, masalah
pekerjaan, pengasuhan anak, hidup berkeluarga, menjadi warga masyarakat,
pemimpin, suami/istri membutuhkan kestabilan emosi yang baik.
Masa tersebut dilanjutkan ke Masa lansia yang merupakan tahap
akhir pada perkembangan manusia. Pada tahap ini manusia mengalami penurunan
fungsi fisik dan psikologis seperti penurunan fungsi anggota gerak, kecepatan dalam berfikir, penurunan kesehatan dan
sebagainya. Kualitas hubungan dengan lingkungan sosial terutama keluarga
merupakan faktor penting yang dapat membantu lansia untuk lebih mudah melewati
kehidupannya. Dukungan keluarga membantu lansia menekan adanya emosi negatif
dan merubahnya menjadi emosi positif. Peningkatan spiritualitas dan
religiusitas merupakan wujud dari bentuk kepasrahan yang menjadi jalan bagi
lansia untuk menerima segala perubahan yang dihadapi. Oleh karena itu
dibutuhkan dukungan dari dunia pendidikan dalam mempersiapkan lansia untuk
menghadapi masa tua sehingga para lansia siap menyambut masa lanjut usianya.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu,
Ida. Jurnal: Perbedaan Sikap Terhadap Perilaku Seks Maya Berdasarkan Jenis
Kelamin pada Dewasa Awal. Fakultas
Psikologi, Universitas Gunadarma: dayu_sarasvaty@yahoo.com
Hurlock,E.B.1993. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan (edisi
kelima). Jakarta: Erlangga.
Julius dkk. 1989. Melangkah Menuju Kedewasaan. Yogyakarta: Kanisius.
Jurusan Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Jurnal Psikologi UIN Suska Riau. Volume 1, Nomor 1,
Juni 2005
Jurnal Psikologi UIN Suska Riau. Volume 1, Nomor 1,
Desember 2005
Monks,F.J.,
Knoers,A.M.P & Hadinoto S.R. 2001. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai
Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mappiare, Andi. 1983. Psikologi Orang Dewasa.
Surabaya: Usaha Nasional
Sari Dewi, Ika. 2006.Kesiapan Menikah pada Wanita
Dewasa Awal yang Bekerja. Medan:
Jurusan Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Santrock.2007. Perkembangan Anak.Jilid 1.Jakarta: Erlangga
Santrock.2002. Life-Span Development
(Perkembangan Masa Hidup). Jilid
2. Jakarta: Erlangga.
Jurnal Psikologi UIN Suska Riau. Volume 1, Nomor 1,
Juni 2005
Jurnal Psikologi UIN Suska Riau. Volume 1, Nomor 1,
Desember 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar