Minggu, 11 Desember 2016

MAKALAH PERKEMBANGAN MENTAL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
  Menjadi dewasa adalah proses yang cukup panjang.  Kita bisa bayangkan begitu banyaknya perubahan yang terjadi dalam diri seseorang, dari saat  baru lahir dengan berat sekitar 2- 3 kg saja sampai ia tumbuh dewasa dengan berat bisa sampai 50-60 kg.  Proses yang terjadi ini  meliputi proses pertumbuhan dan perkembangan, yaitu dua hal yang berbeda  namun sangat berkaitan.
   konsep yang ada dalam “perkembangan” adalah proses  menjadi sempurnanya  fungsi dari seluruh organ tubuh,  termasuk di sini adalah kematangan emosi, kematangan dalam interaksi sosial, dan kemampuan intelektual. Dalam proses perkembangan ini, anak kecil  yang semula tidak bisa apa-apa, menjadi  mampu berdiri sendiri, memiliki  kemampuan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, mampu  berhitung, dan lain sebagainya.
    Proses pertumbuhan dan perkembangan ini berjalan dengan banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor genetik dari kedua orang tuanya sudah jelas akan memberi kontribusi yang besar dalam hal ini.  Selain itu ada pula faktor riwayat kesehatan ataupun trauma yang pernah dialami oleh anak. Demikian pula faktor lain yang sifatnya tidak langsung, misalnya status ekonomi orang tua, yang berpengaruh pada kecukupan gizi dan kesejahteraan anak. Bahkan pada masyarakat yang masih memiliki akar budaya yang  kuat, perkembangan karakter anak juga akan terpengaruh oleh norma-norma budaya tersebut.
    Secara fisik, anak mengalami pertumbuhan di mana ukuran tubuh menjadi lebih besar. Dalam hal perkembangan fisik, anak menjadi terampil dalam menggunakan tangan dan jari-jarinya, kakinya, dapat berdiri, berlari, dapat makan sendiri, dapat menelan dengan baik, dan berbagai kemampuan lain yang sifatnya  berupa keterampilan.
    Intelektualitas juga mengalami perkembangan. Anak berkembang menjadi mampu berkomunikasi  dengan sekitarnya, dapat menyampaikan pikirannya, dan dapat memahami hal-hal abstrak dan simbolis. Perilaku anak juga mengalami proses perkembangan, mengikuti norma-norma yang ada di lingkungan di mana ia dibesarkan.
    Dari segi emosional, anak akan berkembang untuk mampu membangun ikatan perasaan, emosi dan kasih sayang. Ia akan semakin mampu mengatasi kecemasannya, mengendalikan agresivitas dan emosi. Interaksi sosialnya juga akan berkembang. Ia akan memiliki ikatan yang semakin kuat dengan orang tua, saudara dan lingkungan kesehariannya.
    Proses perkembangan sebenarnya merupakan proses belajar. Seperti halnya proses perkembangan  perilaku, di mana anak belajar dari bagaimana tindakan atau sikapnya dihargai oleh orang lain. Ia akan mengembangkan perilaku yang membuahkan balasan positif dari orang sekitarnya. Sebaliknya bila orang di sekitarnya memberi respons yang negatif,  perilaku itu tidak akan berkembang.  Kadang orang tua perlu memberi ketegasan pada anak, apa yang  tidak boleh anak lakukan, maka orang tua dapat memberinya respons negatif berupa hukuman. Hukuman di sini merupakan respons negatif  dan keadaan yang tidak menyenangkan, yang  dibuat agar anak tidak mengembangkan lagi perilaku itu. Walaupun demikian, ternyata penelitian  mengatakan bahwa lebih efektif memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif , daripada memberi hukuman terhadap perilaku negatif.
    Pembentukan  dan modifikasi dari perilaku anak ini banyak dipengaruhi oleh  adanya penghargaan dari lingkungan sekitarnya. Semakin ia diberi respons positif, semakin kuat perkembangannya. Selain itu yang menjadi acuan dari anak dalam bertingkah laku adalah perilaku dari orang sekitanya. Anak yang masih kecil memiliki kecenderungan untuk meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa di sekitarnya. Mereka menjadikan orang tua dan kakak-kakaknya sebagai contoh model dalam berperilaku.
    Semakin besar anak, ia akan semakin memiliki kemampuan berpikir secara abstrak. Ia tidak hanya belajar dari  mencoba sesuatu, tetapi juga dari melihat dan memperhatikan orang lain melakukannya. Model yang  dijadikannya contoh berperilaku juga makin meluas dan tidak hanya dari yang ada di sekitarnya secara langsung.  Media massa dan televisi akan ikut memberi pengaruh dalam pembentukan karakter dan perilakunya. Skala nilai dan norma-norma yang dianut juga akan tidak jauh berbeda dengan dunianya ini. Semakin besar anak, ia akan  semakin melihat nilai dan norma apa yang diajarkan oleh orang tuanya, dan bagaimana kenyataan orang tua menjalaninya secara nyata dalam keseharian. Di sini penting sekali bahwa perilaku orang tua sehari-hari harus sesuai dengan yang mereka ajarkan pada anaknya.  Justru bila apa yang dilakukan dan diajarkan oleh orang tua berbeda, akan berakibat anak tidak memahami  dan mengerti  tentang perilaku yang seharusnya.
    Bayi baru lahir sangat tergantung dengan lingkungannya. Untuk  memenuhi keperluannya ia masih harus dibantu oleh orang lain. Sedangkan orang dewasa, sudah dapat mempengaruhi lingkungannya dalam pemenuhan kebutuhannya. Kemampuan untuk berinteraksi dan mempengaruhi lingkungan sekitarnya ini diperoleh dari suatu proses perkembangan   sejak bayi hingga dewasa.

1.1              Rumusan Masalah
1.)    Bagaimana perkembangan mental pada anak?
2.)    Bagaimana perkembangan mental pada remaja?
3.)    Bagaimana perkembangan mental pada dewasa?
1.2              Tujuan
1.)    Untuk mengetahui perkembangan mental pada anak
2.)    Untuk mengetahui perkembangan mental pada remaja.
3.)    Untuk mengetahui perkembangan mental dewasa.




                                                                         BAB II
PEMBAHASAN
2.1   Perkembangan Mental Pada Anak.
     Mendidik mental anak sangat penting untuk dilakukan sejak anak usia dini. Kenapa itu sangat perlu dilakukan? Sebab ketika menjelang dewasa, cara berpikir anak lebih cenderung akan dipengaruhi oleh mental yang pada saat itu dimiliki oleh anak tersebut. Misalnya, ketika dewasa mental anak sering merasa takut, maka pada saat setiap kali ia menghadapi suatu permasalahan atau keadaan yang membuatnya merasa sulit, yang lebih banyak ia lakukan tentu saja akan selalu menghindar, karena takut tidak bisa menyelesaikannya setiap persoalan yang dihadapi.

Hal ini tentunya akan berdampak buruk untuk kedepannya. Dan akan sangat sulit sekali bagi orang tua untuk melakukan penyembuahan atau pengobatan untuk merubah mental anak pada saat usianya sudah dewasa. Oleh karena itulah, sebaiknya mendidik mental dan watak anak haruslah dilakukan oleh orang tua sedini mungkin sejak usia anak masih kecil.

Setiap orang tua tentu saja sangat berharap anaknya menjadi anak yang sholeh, taat beribadah, dan memiliki mental yang kuat. Akan tetapi terkadang sebagai orang tua kita salah dalam mendidik anak. Sebab rasa kasihan kalau kita sedikit agak keras dalam memberikan hukuman kepada anak ketika mereka berprilaku salah. Sehingga anak tidak merasa apa yang dilakukannya itu salah. Lambat laun hal ini jika dibiarkan akan membangun mental dan watak anak menjadi sulit untuk diperingati, karena kita terlalu lunak kepada anak saat anak melakukan perbuatan yang salah, meskipun itu dilakukan dengan alasan rasa kasihan kalo dimarahi.

Pilahannya adalah, ketika kita lebih cenderung merasa kasihan untuk memarahi anak ketika melakukan kesalahan, dan membiarkannya begitu saja tanpa membuat anak jera, maka nantinya anak akan sulit untuk dinasehati, dan lebih cenderung setelah dewasa anak lebih banyak membangkang perintah orang tua. Nah tentu saja sebagai orang tua kita tidak mengharapkan mental anak kita seperti itu setelah ia dewasa.

Jadi, lakukanlah apa yang harus dilakukan. Anda harus memarahinya lalu menasehatinya dan menjelaskan kepada anak bahwa apa yang sudah dilakukannya adalah hal yang salah dan tidak boleh dilakukan lagi, buatlah penjelasan supaya anak bisa menyadari bahwa perbuatannya itu salah. Jangan pernah merasa risi ketika kita memarahinya atau memberi anak hukuman setiap kali anak berbuat salah. Dengan begitu lambat laun akan tercipta mental dan watak yang bertanggung jawab dalam diri anak. Sehingga nanti setelah ia dewasa, anak memiliki rasa tanggung jawab, terhadap setiap hal atau perbuatan yang ia lakukan.

Bisa itu karena biasa. Maka dari itu orang tua harus mendidik anak dengan cara yang benar. Jangan samapai hanya karena rasa sayang yang salah menempatkan, justru akan menjadikan anak sebagai pribadi yang sulit di atur dan diasehati setelah dewasa nanti. Karena kalau begitu bukan berarti kita merasa sayang pada anak, justru sebaliknya, cara mendidik yang salah hanya akan menjerumuskan anak kepada kebiasaan yang tidak baik, sehingga tumbuh menjadi peribadi yang kurang bertanggung jawab.

Didiklah anak-anak kita sejak kecil dengan cara yang baik, seperti mengajarkan anak bagaimana bersikap sopan santun. Mengajarkan mereka pentingnya memiliki rasa tanggung jawab, dan mengajarkan mereka untuk menyadari pentingnya sebuah kebersamaan.
Pemantauan Perkembangan mental anak sangat penting sebagai dasar untuk perkembangan selanjutnya, yakni prasekolah, sekolah, akil balik dan remaja. Untuk mendapatkan perkembangan yang baik dibutuhkan:
1. Kesehatan dan gizi yang baik: baik ketika masih dalam kandungan, bayi maupun prasekolah.
  1. Memberikan stimulus (rangsangan) yang cukup dalam kualitas dan kwanitas.
Selain ke dua faktor itu keluarga dan kelompok bermain mempunyai peran yang penting dalam membina fisik, mental sosial anak balita.
2.2  Perkembangan Mental Remaja
Perkembangan mental remaja merupakan suatu proses yang menggambarkan perilaku kehidupan sosial psikologi remaja pada posisi yang harmonis didalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks. Menurut Havighurst perkembangan tersebut harus dipelajari, dijalani, dan dikuasai oleh setiap individu dalam perjalanan hidupnya. Hal ini merupakan tugas yang cukup berat bagi para remaja untuk menuntaskan tugas perkembangan mentalnya sehubungan dengan semakin luas dan komplesnya kondisi kehidupan yang harus dijalani dan dihadapi. Tidak lagi mereka dijuluki sebagai anak-anak melainkan ingin dihargai dan dijuluki sebagai oang yang sudah dewasa.
Karakteristik Nilai, Moral, Dan Sikap Remaja
Nilai-nilai kehidupan yang perlu diinformasikan dan selanjutnya dihayati oleh para remaja tidak terbatas pada alat kebiasaan dan sopan santun saja, namun juga seperangkat nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, misalnya nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai perikemanusiaan dan perikeadilan, nilai-nilai etik, dan nilai-nilai intelektual, dalam bentuk-bentuk sesuai dengan perkembangan remaja. Lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja:
1. Pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
2. Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
3. Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Hal ini mendorong remaja lebih berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
4. Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.
Tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu tingkat:
I.                   Prakonvensional
II.                 Konvensional
III.              Pasca – Konvensional
Masing-masing tingkat terdiri dari dua tahap, sehingga keseluruhan ada
enam tahapan (stadium) yang berkembang secara bertingkat
dengan urutan yang tetap.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap adalah Keluarga (orang tua), masyarakat dan lingkungan.)




2.3  Perkembangan Mental Dewasa.
            Masa dewasa adalah waktu yang paling lama dalam rentang hidup yang ditandai dengan beberapa hal yang di bagi menjadi dua fase yaitu:
1.      Dewasa Awal (20-40 tahun)
Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental ege-nya.
Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan kemasa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis.
Erickson (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain).
Hurlock (1990) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.
Secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda (young ) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan, Santrock (1999), orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik(physically trantition) transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition).
Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting. Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Hurlock (1993) dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya.
Dari segi fisik, masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik. Perkembangan fisik sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-demi sedikit, mengikuti umur seseorang menjadi lebih tua. Segi emosional, pada masa dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Sehingga, ada steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa dimana lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam menyelesaikan suatu masalah.
Ciri-Ciri Perkembangan Dewasa Awal: 
1.      Usia reproduktif (Reproductive Age). Masa dewasa adalah masa usia reproduktif. Masa ini ditandai dengan membentuk rumah tangga.Tetapi masa ini bisa ditunda dengan beberapa alasan. Ada beberapa orang dewasa belum membentuk keluarga sampai mereka menyelesaikan dan memulai karir mereka dalam suatu lapangan tertentu. 
2.      Usia memantapkan letak kedudukan (Setting down age). Dengan pemantapan kedudukan (settle down), seseorang berkembangan pola hidupnya secara individual, yang mana dapat menjadi ciri khas seseorang sampai akhir hayat. Situasi yang lain membutuhkan perubahan-perubahan dalam pola hidup tersebut, dalam masa setengah baya atau masa tua, yang dapat menimbulkan kesukaran dan gangguan-gangguan emosi bagi orang-orang yang bersangkutan. Ini adalah masa dimana seseorang mengatur hidup dan bertanggungjawab dengan kehidupannya. Pria mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditangani sebagai karirnya, sedangkan wanita muda diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. 
3.      Usia Banyak Masalah (Problem age). Masa ini adalah masa yang penuh dengan masalah. Jika seseorang tidak siap memasuki tahap ini, dia akan kesulitan dalam menyelesaikan tahap perkembangannya. Persoalan yang dihadapi seperti persoalan pekerjaan/jabatan, persoalan teman hidup maupun persoalan keuangan, semuanya memerlukan penyesuaian di dalamnya. 
4.      Usia tegang dalam hal emosi (emostional tension). Banyak orang dewasa muda mengalami kegagalan emosi yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang dialaminya seperti persoalan jabatan, perkawinan, keuangan dan sebagainya. Ketegangan emosional seringkali dinampakkan dalam ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakutan atau kekhawatiran yang timbul ini pada umumnya bergantung pada ketercapainya penyesuaian terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi pada suatu saat tertentu, atau sejauh mana sukses atau kegagalan yang dialami dalam pergumulan persoalan. 
5.      Masa keterasingan sosial. Dengan berakhirnya pendidikan formal dan terjunnya seseorang ke dalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu karir, perkawinan dan rumah tangga, hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya semakin menjadi renggang, dan berbarengan dengan itu keterlibatan dalam kegiatan kelompok diluar rumah akan terus berkurang. Sebai akibatnya, untuk pertama kali sejak bayi semua orang muda, bahkan yang populerpun, akan mengalami keterpencilan sosial atau apa yang disebut krisis ketersingan (Erikson:34). 
6.      Masa komitmen. Mengenai komitmen, Bardwick (dalam Hurlock:250) mengatakan: “Nampak tidak mungkin orang mengadakan komitmen untuk selama-lamanya. Hal ini akan menjadi suatu tanggungajwab yang trrlalu berat untuk dipikul. Namun banyak komitmen yang mempunyai sifat demikian: Jika anda menjadi orangtua menjadi orang tua untuk selamanya; jika anda menjadi dokter gigi, dapat dipastikan bahwa pekerjaan anda akan terkait dengan mulut orang untuk selamanya; jika anda mencapai gelar doctor, karena ada prestasi baik disekolah sewaktu anda masih muda, besar kemungkinan anda sampai akhir hidup anda akan berkarier sebagai guru besar”. 
7.      Masa Ketergantungan. Masa dewasa awal ini adalah masa dimana ketergantungan pada masa dewasa biasanya berlanjut. Ketergantungan ini mungkin pada orangtua, lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa sebagian atau sepenuh atau pada pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman untuk membiayai pendidikan mereka. 
8.      Masa perubahan nilai. Beberapa alasan terjadinya perubahan nilai pada orang dewasa adalah karena ingin diterima pada kelompok orang dewasa, kelompok-kelompok sosial dan ekonomi orang dewasa. 
9.      Masa Kreatif. Bentuk kreativitas yang akan terlihat sesudah orang dewasa akan tergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya. Ada yang menyalurkan kreativitasnya ini melalui hobi, ada yang menyalurkannya melalui pekerjaan yang memungkinkan ekspresi kreativitas.


2.      Masa Dewasa Akhir
Masa dewasa lanjut usia merupakan masa lanjutan atau masa dewasa akhir (60 ke atas). Perlu memperhatikan khusus bagi orangtuanya yang sudah menginjak lansia dan anaknya yang butuh dukungan juga untuk menjadi seorang dewasa yang bertanggungjawab. Di samping itu permasalahan dari diri sendiri dengan perubahan fisik, mulai tanda penuaan yang cukup menyita perhatian. Saat individu memasuki dewasa akhir, mulai terlihat gejala penurunan fisik dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak motorik, pencarian makna hidup selanjutnya.
Menurut Erikson tahap dewasa akhir memasuki tahap integrity vs despair yaitu kemampuan perkembangan lansia mengatasi krisis psikososialnya. Banyak stereotip positif dan negatif yang mampu mempengaruhi kepribadian lansia. Integritas ego penting dalam menghadapi kehidupan dengan puas dan bahagia. Hal ini berdampak pada hubungan sosial dan produktivitasnya yang puas. Lawannya adalah despair yaitu rasa takut mati dan hidup terlalu singkat, rasa kekecewaan. Beberapa cara hadapi krisis dimasa lansia adalah tetap produktif dalam peran sosial, gaya hidup sehat, dan kesehatan fisik.
Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.
Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia 60-70 tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia 70 tahun hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua (usia 65 hingga 74 tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih) dan orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda.
Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni a)  Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia. 
b)   Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c)  Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, lanjut usia merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal.
Ciri-ciri perkembangan dewasa akhir
1)      Adanya periode penurunan atau kemunduran. Yang disebabkan oleh faktor fisik dan psikologis.
2)      Perbedaan individu dalam efek penuaan. Ada yang menganggap periode ini sebagai waktunya untuk bersantai dan ada pula yang mengaggapnya sebagai hukuman.
3)      Ada stereotip-stereotip mengenai usia lanjut. Yang menggambarkan masa tua tidaklah menyenangkan.
4)      Sikap sosial terhadap usia lanjut. Kebanyakan masyarakat menganggap orang berusia lanjut tidak begitu dibutuhkan karena energinya sudah melemah. Tetapi, ada juga masyarakat yang masih menghormati orang yang berusia lanjut terutama yang dianggap berjasa bagi masyarakat sekitar.
5)      Mempunyai status kelompok minoritas. Adanya sikap sosial yang negatif tentang usia lanjut
6)      Adanya perubahan peran. Karena tidak dapat bersaing lagi dengan kelompok yang lebih muda.
7)      Penyesuaian diri yang buruk. Timbul karena adanya konsep diri yang negatif yang disebabkan oleh sikap sosial yang negatif.
8)      Ada keinginan untuk menjadi muda kembali. Mencari segala cara untuk memperlambat penuaan.










BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan mental pada anak, remaja, dan dewasa merupakan suatu proses bertambahnya nilai kuantitas seperti ide, gagasan, dan cita-cita. Yang pada akhirnya akan munurun seiring  bertambahnya usia. Perkembangan
Masa dewasa adalah masa yang sangat panjang (20 – 40 tahun), dimana sumber potensi dan kemampuan bertumpu pada usia ini. Masa ini adalah peralihan dari masa remaja yang masih dalam ketergantungan menuju masa dewasa, yang menuntut kemandirian dan diujung fase ini adalah fase dewasa akhir, dimana kemampuan sedikit demi sedikit akan berkurang. Sehingga masa dewasa awal adalah masa yang paling penting dalam hidup seseorang dalam masa penitian karir/pekerjaan/sumber penghasilan yang tetap.
Masa ini juga adalah masa dimana kematangan emosi memegang peranan penting. Seseorang yang ada pada masa ini, harus bisa menempatkan dirinya pada situasi yang berbeda; problem rumah tangga, masalah pekerjaan, pengasuhan anak, hidup berkeluarga, menjadi warga masyarakat, pemimpin, suami/istri membutuhkan kestabilan emosi yang baik.
Masa tersebut dilanjutkan ke Masa lansia yang merupakan tahap akhir pada perkembangan manusia. Pada tahap ini manusia mengalami penurunan fungsi fisik dan psikologis seperti penurunan fungsi anggota gerak, kecepatan dalam berfikir, penurunan kesehatan dan sebagainya. Kualitas hubungan dengan lingkungan sosial terutama keluarga merupakan faktor penting yang dapat membantu lansia untuk lebih mudah melewati kehidupannya. Dukungan keluarga membantu lansia menekan adanya emosi negatif dan merubahnya menjadi emosi positif. Peningkatan spiritualitas dan religiusitas merupakan wujud dari bentuk kepasrahan yang menjadi jalan bagi lansia untuk menerima segala perubahan yang dihadapi. Oleh karena itu dibutuhkan dukungan dari dunia pendidikan dalam mempersiapkan lansia untuk menghadapi masa tua sehingga para lansia siap menyambut masa lanjut usianya.



DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Ida. Jurnal: Perbedaan Sikap Terhadap Perilaku Seks Maya Berdasarkan Jenis Kelamin pada Dewasa Awal. Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma: dayu_sarasvaty@yahoo.com
Hurlock,E.B.1993. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.
Julius dkk. 1989. Melangkah Menuju Kedewasaan. Yogyakarta: Kanisius.
Jurusan Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Jurnal Psikologi UIN Suska Riau. Volume 1, Nomor 1, Juni 2005
Jurnal Psikologi UIN Suska Riau. Volume 1, Nomor 1, Desember 2005
Monks,F.J., Knoers,A.M.P & Hadinoto S.R. 2001. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mappiare, Andi. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional
Qalbinur. Periodesasi Perkembangan Masa Dewasa Awal. http//qalbinur.wordpress/2009/03/27.
Sari Dewi, Ika. 2006.Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja. Medan:
Jurusan Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Santrock.2007. Perkembangan Anak.Jilid 1.Jakarta: Erlangga
Santrock.2002. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Jurnal Psikologi UIN Suska Riau. Volume 1, Nomor 1, Juni 2005
Jurnal Psikologi UIN Suska Riau. Volume 1, Nomor 1, Desember 2005


Tidak ada komentar:

Posting Komentar